Beberapa waktu belakangan jagad berita banyak dihebohkan dengan kasus penganiayaan siswa terhadap gurunya. Salah satu berita yang paling heboh adalah pembacokan yang dialami seorang guru di Jawa Tengah oleh siswanya yang tidak puas terhadap nilai PTS (Penilaian Tengah Semester) yang telah diberikan. Ada banyak berita-berita serupa yang menggambarkan kurangnya rasa hormat siswa terhadap guru di era digital ini.
Era digital membuat dunia ada digenggaman. Informasi apapun dapat diakses dengan mudah. Hal ini merupakan dampak positif dari globalisasi. Namun globalisasi juga dapat memberikan pengaruh negatif bagi siswa. Salah satu dampak negatif dari globalisasi adalah perilaku kekerasan (violent behavior). Sementara generasi muda adalah kelompok masyarakat yang sangat rentan terhadap pengaruh budaya asing ini, sehingga dalam membangun sosial budaya, terutama usia remaja, diperlukan persiapan yang matang, agar mereka dapat mengambil manfaat positif dan membentengi diri dari dampak negatif globalisasi dunia yang tengah berkembang ini.
Selain itu, peranan pemerintah bersama ninik mamak, alim ulama dan cerdik pandai serta segenap elemen masyarakat, semakin dituntut dan diperlukan untuk mengawasi, membina dan menyelamatkan para generasi muda dari dampak negatif kemajuan teknologi informasi. Agar siswa terhindar dari kultur kehidupan sekolah yang tidak aman dan tidak kondusif bagi perkembangan kepribadian siswa lain.
Ketika orang tua siswa menitipkan anaknya di sekolah, besar harapan mereka agar anak mereka dapat tumbuh menjadi anak yang cerdas dan memiliki budi pekerti yang luhur. Sedangkan arti pendidikan sendiri dalam UU No. 20 Tahun 2003 pasal 1 ayat 1 yang menyebutkan “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Bapak Pendidikan Nasional, Ki Hajar Dewantara pun turut memberikan pendapatnya mengenai arti dari sebuah pendidikan. Menurut Ki Hajar Dewantara pendidikan adalah daya upaya untuk memajukan budi pekerti, pikiran, serta jasmani anak, agar dapat memajukan kesempurnaan hidup yaitu hidup dan menghidupkan anak yang selaras dengan alam dan masyarakat. Dari semua pendapat di atas, dapat dipahami jika sebuah pendidikan bukan hanya berorientasi pada sebuah kepintaran ataupun kecerdasan dalam menguasai mata pelajaran namun pendidikan diharapkan dapat membentuk manusia yang berakhlak mulia dan menebarkan manfaat bagi orang disekitarnya hingga membuat kehidupan menjadi lebih kondusif karena dihiasi oleh orang-orang terdidik.
Penguatan akhlak pada siswa juga sejalan dengan kurikulum baru yang disahkan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek). Kurikulum tersebut yakni Kurikulum Merdeka akan mulai diterapkan secara nasional mulai tahun ajar 2024. Aspek penguatan profil pelajar pancasila merupakan salah satu aspek yang khusus untuk diadakan saat pembelajaran di kelas. Profil Pelajar Pancasila terdiri dari enam dimensi yang mencakup berbagai elemen yakni,
Elemen ini mengajarkan siswa untuk memiliki akhlak yang baik dalam hubungannya dengan Tuhan. Elemen-elemen utama dalam dimensi ini mencakup akhlak beragama, akhlak pribadi, akhlak kepada manusia, akhlak kepada alam, dan akhlak bernegara. Harapannya dengan adanya penguatan akhlak pada siswa dapat menekan angka kriminalitas yang akhir-akhir ini sedang marak diberitakan.
Sikap berkebinekaan global mengajarkan siswa pentingnya mempertahankan budaya luhur, lokalitas, dan identitas Indonesia, sambil tetap berpikiran terbuka dalam berinteraksi dengan budaya lain. Kemampuan komunikasi interkultural dan refleksi terhadap pengalaman kebinekaan menjadi elemen penting dalam dimensi ini.
Sikap mandiri mengajarkan siswa untuk menjadi pribadi yang tidak menggantungkan diri terhadap orang lain, bertanggung jawab atas proses dan hasil belajarnya. Kesadaran akan diri dan situasi yang dihadapi serta regulasi diri menjadi elemen kunci dalam dimensi ini.
Gotong royong mengajarkan siswa tentang pentingnya kemampuan bergotong-royong dan kolaborasi dengan sesama. Kemampuan untuk berbagi dan peduli terhadap orang lain menjadi elemen-elemen dalam dimensi ini. Sikap ini ditanamkan kepada siswa agar di masa depan siswa dapat beradaptasi dengan baik di dunia kerja maupun masyarakat luas. Gotong royong juga mengajarkan bagaimana cara bekerja sama dengan orang lain serta membangun komunikasi yang tepat.
Berpikir kritis merupakan kemampuan yang sangat dibutuhkan siswa baik untuk sekarang maupun di masa depan. Banyaknya informasi yang hadir tanpa batas dikehidupan mereka, membuat mereka harus bijak dan selektif dalam menerima informasi tersebut agar terhindar dari dampak buruk globalisasi seperti berita hoax. Berpikir kritis mengajarkan siswa untuk secara objektif memproses informasi, menganalisis, mengevaluasi, dan menyimpulkan berbagai informasi secara akurat. Memperoleh dan memproses informasi, menganalisis penalaran, merefleksikan pemikiran dan proses berpikir, serta mengambil keputusan adalah elemen-elemen dalam dimensi ini.
Berpikir kreatif mengajarkan peserta siswa untuk memiliki kemampuan berkreasi dan menghasilkan karya orisinal, bermakna, dan bermanfaat. Menghasilkan gagasan orisinil serta karya dan tindakan yang orisinil dapat membantu siswa untuk bertahan pada tantangan dalam era digital ini. Banyaknya profesi yang digantikan oleh teknologi membuat manusia harus kreatif dalam menyelesaikan permasalahan yang terjadi dalam kehidupannya.
Dengan implementasi dan pemahaman yang baik tentang Profil Pelajar Pancasila, diharapkan generasi penerus bangsa dapat tumbuh dan berkembang menjadi individu yang beriman, berakhlak mulia, dan berkebinekaan. Mereka diharapkan memiliki kemandirian, kemampuan bergotong-royong, keterampilan berpikir kritis, dan daya kreasi yang tinggi untuk membawa dampak positif bagi masyarakat dan bangsa Indonesia.
Tinggalkan Komentar